Bismillah...
Pernah terpesona
dengan janji kenaikan-kenaikan penghasilan yang dilontarkan oleh parpol lewat
programnya?
Saya ingin memberikan
opini dari sudut pandang orang yang kurang terpesona dengan hal tersebut. Bila
kita sempat melihat iklan parpol yang gembar-gembor di tv sekarang ini, ada
parpol yang programnya kira-kira seperti ini... “Penghasilan rakyat harus bisa
berkali-kali lipat dari penghasilan rata-rata sekarang.” sekilas terdengar
bagus... TAPI? apakah sebagus itu?
Mari kita pikir bila
berurusan dengan keuangan. Apakah benar terlihat bagus? sepertinya TIDAK
sepenuhnya! bila itu karena inflasi, ya sama saja... oke deh, inflasi kita
abaikan bila memang itu akan selalu terjadi dan beralih ke faktor lain. Diabaikan?
Maksud loe? Okeh, misalnya begini,
negara A= negara paling
tinggi penghasilan rata2nya. penghasilan rata2=5.000, biaya hidup utama rata2
(mis. makan, minum, pendidikan, transport)=3500.
ada lagi, negara B= penghasilan rata2=2500. biaya hidup utama rata-rata=1000.
Saya kira tanpa
berpikir panjang tentu saja sudah jelas mana yang lebih bagus dan lebih sangar…
mana yang lebih sangar hayo?
Disamping itu, bukan
hanya penghasilan rata-rata deh yang menjadi dasar bagusnya negara ini,
penggunaan uang untuk biaya pokok juga masuk faktor juga, belum lagi,
persentase yang kira2 bisa dibuat tabungan juga perlu dihitung kan. Kalau
penghasilan sekarang 1000 jadi 5000. Biaya pokok utama dari 800 menjadi 4200.
Yo… ngerti dhewe lah.
Sebaran data
penghasilan juga masuk faktornya loh. Maksudnya seperti ini… dalam statistika
kan data yang terdistribusi normal itu data-datanya ya mendekati rata-rata.
Misalnya aku beri 2 macam data:
1. penghasilan 5 orang
yakni 2300, 2500, 2800, 2400, 2500.
2. penghasilan 5 orang
yakni 500, 4500, 2700, 900, 3900.
Coba dihitung berapa
rata-ratanya? Sama, bukan? 2500. Akan tetapi, penghasilan data 1 lebih
terdistribusi normal daripada data 2. Data nomor 2 sebaran nilainya terlalu
menyimpang.
Yang terjadi pada data
nomor 2 jelas merupakan permasalahan kesenjangan.
Kasus di atas hanya salah satu dari sekian banyak kesenjangan, misalnya
kesenjangan ekonomi, kesenjangan pendidikan, kesenjangan infrastruktur,
kesenjangan fasilitas umum, kesenjangan pangan…
Kesenjangan-kesenjangan
ini tentu membuat masyarakat ‘tidak tahan lagi’ akan program2 hasil manuver-manuver
politik. Ujung-ujungnya paling maju tak gentar membela yang bayar… money politic. Naudzubillah…
Bagaimana secara
teknis bisa mengurangi kesenjangan… saya kira teknokrat bisa mengambil
kebijakan pendistribusiannya. Yang jelas, uang negara jangan dikorupsi! Ini
faktor utama.
Kesenjangan Pendidikan? |
Kesenjangan Pendidikan
ini juga masih menjadi problem. Lucunya, berita yang muncul siswa2 di
daerah kota yang pendidikan dan fasilitasnya mantap malah tawuran, siswa2 di pelosok
desa rela bangun subuh, menyeberang sungai demi bisa mendapatkan pendidikan
agar mereka bisa sejajar dengan siswa siswa yang mendapatkan fasilitas
pendidikan yang lebih bagus.
Di beberapa wilayah
Kalimantan, misalnya Banjarmasin. Saya diberi tahu kalau disana listrik
dimatikan untuk menghemat energi. Padahal kita tahu bahwa Kalimantan letak
Perusahaan-perusahaan Batubara. Itu sumber energi kan? Tapi listrik kok mati?
mungkin saja sekarang sudah tidak begitu lagi ya. #semoga
Pengurangan
kesenjangan ditinjau dari Kas Negara, lebih dari 70% kan dari pajak. Pajak yang
lebih besar dibebankan pada pihak yang memiliki penghasilan yang lebih besar,
ini bisa menjadi jalan untuk melakukan distribusi pendapatan. Dan ingat, bahwa
uang itu akan kembali ke rakyat. Karena itu, JANGAN SAMPAI ADA KORUPSI! Uang
itu bisa sebagai subsidi dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok. Bisa
menjadi modal untuk investasi potensial mengelola sumber daya alam. Bukannya
memberikan kontrak pada asing untuk mengelola sumber daya alam. Kalau pihak
asing yang mengelola, berarti negara ini tidak lagi berdaulat, dong?
Saya miris, badai
konsumsi teknologi yang terus datang sehingga kita mengimpor barang-barang
teknologi, bukan hanya itu, Indonesia masih juga impor bahan-bahan pokok. Pendapat
saya:
“BILA TIDAK MEMILIKI
KOMPETENSI TEKNOLOGI, NEGARA INI HARUS BERDAULAT DALAM KOMODITAS DAN SUMBER
DAYA ENERGI”
Sumber daya energi di
Indonesia sangat potensial. misal: batu bara, minyak bumi.
Akan tetapi,
meski tidak memiliki kompetensi mumpuni dalam teknologi, bukan berarti Negara
ini diam. Alangkah bagusnya bila negara
ini menggiatkan riset, ya, RISET! Utamanya riset dalam pangan, bahan bakar, transportasi, lebih sangar lagi teknologi informasi dan komunikasi.
Ayo bangsa Indonesia,
semoga ke depan kita bisa Ciptakan Kedaulatan Pangan!
tambang |
Terakhir nih, yang
penting dan menarik untuk menjadi pertimbangan pemerintah. Kasus-kasus kenaikan
harga karena tingginya permintaan pada momen tertentu, misalnya bulan ramadhan,
pergantian tahun, dll harusnya bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah dan
masyarakat pada umumnya. Agar harga bisa stabil. Bila tidak stabil, Pemerintah
impor lagi… bisa-bisa korupsi lagi… aduh!
Permasalahan ini saya
prediksi bisa diminimalkan dengan pemberian subsidi untuk produksi pada
barang-barang pokok. Misalnya pemberian subsidi pupuk untuk Beras dan jagung
yang lebih intens dan sangat besar pada momen tertentu agar barang tersebut
dapat diproduksi banyak dengan biaya rendah, permintaan pasar terpenuhi. Harga
pasar tidak sampai naik signifikan.
Kembali mengenai
rata-rata 2500 dan biaya hidup utama, bagi saya sangat terasa sewaktu jadi anak
kos. Dengan uang Rp5000, tahun pertama bisa dapat nasi, telur, tempe, sayur,
beberapa tahun kemudian, Rp5000 dapat nasi telur saja sudah bagus banget!
Sekadar opini, bukan
kampanye jadi Caleg atau Capres yo Rek…
Salam Sangar!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar